Tahapan pengolahan emas sianida 3

Tahapan pengolahan emas sianida 3



Di bagian ketiga dari bahasan pengolahan emas dengan metode sianidasi ini penulis akan membahas tentang proses detoksifikasi atau netralisasi sianida sebelum dibuang ke lingkungan. Sirkuit detoksifikasi ini memang adalah sirkuit terakhir dalam proses pengolahan emas, yaitu dimana lumpur bijih yang telah diekstrak emasnya akan dinetralisir dulu kandungan sianidanya sebelum dibuang ke tailing dam (tempat penampungan sisa hasil pengolahan).

Sirkuit detoksifikasi ini wajib ada dalam setiap pabrik pengolahan dikarenakan sudah menjadi bagian dari komitmen perusahaan untuk turut serta dalam menjaga keamanan lingkungan. Jangan dianggap remeh perihal masalah lingkungan. Lalai dalam menjaga lingkungan dapat menyebabkan izin operasional suatu tambang ditutup dan bahkan bisa berlanjut ke tahap tindak pidana.



Proses detoksifikasi sianida


Proses ini adalah cabang dari alur proses setelah sirkuit sianidasi. Pada sirkuit sianidasi, karbon yang telah mengandung emas akan diambil menuju sirkuit elusi dan akhirnya ke pembakaran konsentrat. Sementara itu, lumpur yang telah diekstrak emasnya (lumpur sisa pengolahan) akan diarahkan menuju sirkuit detoksifikasi sianida.

Detoksifikasi sianida adalah suatu proses untuk menetralisir sianida pada lumpur sebelum lumpur dikirim ke tailing dam. Prinsipnya sederhanya, yaitu mengoksidasi ion sianida bebas menjadi bentuk sianat (CNO)- yang tidak beracun. Salah satu metode yang banyak digunakan di pabrik pengolahan emas adalah metode INCO. Pada proses ini, kebutuhan oksigen untuk oksidasi sianida diperoleh dari penambahan SMBS- sodium metabisulfat (Na2S2O5) dan aliran udara yang diinjeksikan. Reaksi kimia yang terjadi adalah sbb: 


tangki detoksifikasi sianida


Tangki detoksifikasi sianida dengan menggunakan metode INCO
(sumber dokumen pribadi)

Sebagai tambahan, copper sulfat dalam bentuk larutan juga ditambahkan ke dalam proses detoksifikasi untuk berfungsi sebagai katalis. Proses detoksifikasi dengan metode INCO ini sangat efektif digunakan untuk menetralisir sianida dalam larutan lumpur. Metode detoksifikasi lain dengan prinsip oksidasi juga dapat dilakukan dengan bahan kimia lain seperti kaporit, namun tidak terlalu efektif untuk digunakan pada pengolahan lumpur.

Kadar sianida akhir dari proses detoksifikasi ini dapat mencapai nilai < 1 ppm, tergantung dari dosis SMBS dan lamanya waktu reaksi yang tersedia. Biasanya dibutuhkan sekitar 1 jam minimal untuk waktu reaksi.

Beberapa parameter yang diperhatikan dalam proses ini antara lain:

  • Kadar oksigen di dalam lumpur. Kebutuhan oksigen untuk oksidasi sianida tidak hanya berasal dari SO2 pada SMBS, akan tetapi juga disuplai dari udara yang kita injeksikan ke dalam tangki. Semakin banyak udara yang kita suplai (atau bisa juga menggunakan oksigen murni) maka akan semakin efektif proses oksidasi sianida.

  • Densitas dan viskositas lumpur. Perlu diingat, bahwa sianida yang akan didestruksi berada pada fraksi air dari lumpur. Karenanya, semakin tinggi fraksi padatan dan tingginya viskositas akan menjadikan reaksi terhambat dikarenakan penurunan efisiensi pengadukan dan berkurangnya kontak antara SO2 - larutan sianida akibat terhalang partikel padatan.

  • Dosis sodium metabisulfat yang diinjeksikan. Berdasarkan reaksi kimia detoksifikasi, dibutuhkan 2.8 kg SO2 untuk menetralisir 1 kg sianida dalam larutan. Namun pada prakteknya, berdasarkan pengalaman penulis dibutuhkan hingga 5 - 6 kg SO2 per 1 kg sianida. Kandungan SO2 sendiri didalam SMBS adalah sekitar 65%.

  • Terkadang pada saat laju pengumpanan pabrik yang tinggi, waktu tinggal lumpur di dalam tangki detoksifikasi akan ikut berkurang. Hal ini menyebabkan kadar sianida yang terbuang dari tangki masih di atas target yang diinginkan. Untuk mempercepat laju reaksi, larutan copper sulfat dapat juga ditambahkan dengan perkiraan dosis 1/10 dari SMBS yang diinjeksikan. 

  • Penggunaan copper sulfat yang berlebihan dapat menyebabkan kandungan tembaga di dalam air meningkat. Hal ini perlu diperhatikan mengingat ada aturan pemerintah mengenai batas maksimum tembaga terlarut di dalam air limbah. Kalau tidak salah jumlahnya maksimal 2 ppm. Untuk mengatasinya, pH lumpur buangan dapat dinaikkan ke 10 dengan penambahan kapur. Pada pH tinggi dapat terjadi pengendapan ion tembaga menjadi tembaga hidroksida.

Posting Komentar

0 Komentar